Demokrasi Terpimpin diawali semenjak dikeluarkannnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang ditandai oleh kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas. Era Demokrasi Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik yang paling lebih banyak didominasi dan Tentara Nasional Indonesia AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik. Demokrasi terpimpin merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan Presiden Soekarno sebagai penyeimbang diantara keduanya. Ada tiga kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin yaitu Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Tentara Nasional Indonesia AD.
Hubungan antara PKI dan Soekarno pada masa Demokrasi terpimpin merupakan korelasi timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapat massa. Ketika MPRS mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup PKI memperlihatkan dukungannya. Sementara itu TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Apalagi sehabis TNI-Angkatan Udara, mendapat proteksi dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk sanggup ditunggangi.
Sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B, pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, Tentara Nasional Indonesia mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik. Dihidupkannya Undang-Undang Dasar 1945 merupakan tawaran dari Tentara Nasional Indonesia dan didukung penuh dalam pelaksanaannya. Menguatnya imbas Tentara Nasional Indonesia AD, membuat Presiden Soekarno berusaha menekan imbas Tentara Nasional Indonesia AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu Soekarno berusaha mendapat proteksi partai-partai politik yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara.
Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Dengan menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI sanggup memperkuat kedudukannya. Sejak ketika itu PKI berusaha menyaingi TNI. PKI berusaha memperoleh gambaran sebagai Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menguntungkannya.
Sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B, pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, Tentara Nasional Indonesia mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik. Dihidupkannya Undang-Undang Dasar 1945 merupakan tawaran dari Tentara Nasional Indonesia dan didukung penuh dalam pelaksanaannya. Menguatnya imbas Tentara Nasional Indonesia AD, membuat Presiden Soekarno berusaha menekan imbas Tentara Nasional Indonesia AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu Soekarno berusaha mendapat proteksi partai-partai politik yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara.
Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Dengan menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI sanggup memperkuat kedudukannya. Sejak ketika itu PKI berusaha menyaingi TNI. PKI berusaha memperoleh gambaran sebagai Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menguntungkannya.
PKI pun melaksanakan banyak sekali upaya untuk memperoleh proteksi politik dari masyarakat. Berbagai slogan disampaikan oleh pemimpin PKI. Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk kabinet Gotong Royong (Nasakom) pada tahun 1960 lantaran mendapat saingan dari kalangan Islam dan Tentara Nasional Indonesia AD, PKI mendapat kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).
Ketika Tentara Nasional Indonesia AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melaksanakan tindakan pengacauan di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, pimpinan Tentara Nasional Indonesia AD mengambil tindakan menurut UU Keadaan Bahaya mengambil tindakan terhadap PKI dengan melarang terbitnya Harian Rakyat dan dikeluarkan perintah penangkapan Aidit dan kawan-kawan, namun mereka berhasil lolos. Tindakan Tentara Nasional Indonesia AD tidak disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan segala keputusan dicabut kembali.
Pada simpulan tahun 1964, PKI disudutkan dengan informasi ditemukannya dokumen belakang layar milik PKI wacana Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini. Namun pimpinan PKI, Aidit, menyangkal dan menyebutnya sebagai dokumen palsu. Presiden Soekarno menyelesiakan duduk masalah ini dengan membuat komitmen untuk menuntaskan permasalahan secara musyawarah lantaran sedang menjalankan proyek Nekolim, konfrontasi dengan Malaysia. Kesepakatan tokoh-tokoh partai politik ini dikenal sebagai Deklarasi Bogor.
Merasa kedudukannya yang semakin besar lengan berkuasa PKI berusaha untuk memperoleh kedudukan dalam kabinet. Berbagai upaya dilakukan PKI mulai dari agresi corat-coret, pidato-pidato dan petisi-petisi yang menyerukan pembentukan kabinet Nasakom. Mereka juga menuntut penggantian pembantu-pembantu Presiden yang tidak bisa merealisasikan Tri Program Pemerintah, serta mendesak semoga segera dibuat Kabinet Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom.
Terhadap Tentara Nasional Indonesia AD pun, PKI melaksanakan banyak sekali upaya dalam rangka mematahkan training teritorial yang sudah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia AD. Seperti insiden Bandar Betsy (Sumatera Utara), Peristiwa Jengkol. Upaya merongrong ini dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang harus dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik PKI disini ialah menguasai desa untuk mengepung kota.
Soekarno tetap bertahan terhadap pandangan gres Nasakom (Nasionalis, Agamis dan Komunis) yang menyampaikan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada ketika itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar yaitu golongan yang berideologi nasionalis; golongan yang berideologi dengan latar belakang agama; serta golongan yang berideologi komunis. Tiga-tiganya merupakan kekuatan yang diperlukan tetap bersatu untuk menuntaskan duduk masalah bangsa secara bersama-sama. Namun dalam pelaksanaanya demokrasi terpimpin terdapat beberapa penyimpangan yang terlihat antara lain sebagai berikut :
Soekarno tetap bertahan terhadap pandangan gres Nasakom (Nasionalis, Agamis dan Komunis) yang menyampaikan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada ketika itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar yaitu golongan yang berideologi nasionalis; golongan yang berideologi dengan latar belakang agama; serta golongan yang berideologi komunis. Tiga-tiganya merupakan kekuatan yang diperlukan tetap bersatu untuk menuntaskan duduk masalah bangsa secara bersama-sama. Namun dalam pelaksanaanya demokrasi terpimpin terdapat beberapa penyimpangan yang terlihat antara lain sebagai berikut :
- Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Namun, kenyataannya MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden memilih apa yang harus diputuskan oleh MPRS.
- Presiden juga membentuk MPRS menurut Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, seharusnya pengangkatan anggota MPRS sebagai forum tertinggi negara dilakukan melalui pemilihan umum.
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan lantaran pada tahun 1960 dewan perwakilan rakyat menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden.
- Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibuat menurut Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh presiden. Kedudukan DPAS juga berada di bawah pemerintah (presiden) alasannya ialah presiden ialah ketuanya.
- Front Nasional dibuat menurut Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan impian proklamasi dan impian yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno.
- Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Program kabinet antara lain: mencukupi kebutuhan sandang pangan; membuat keamanan negara; serta mengembalikan Irian Barat
- Upaya penyebarluasan pedoman Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut mengakibatkan pedoman Nasakom menyimpang dari pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara serta menggeser kedudukan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi Komunis.
- TNI dan Polisi Republik Indonesia disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya pribadi berada di bawah presiden.
- Pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden.
- Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia ialah politik bebas aktif yang mengabdi pada kepentingan nasional. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri cenderung mendekati negara-negara blok Timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok Barat.
Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu kebijakan-kebijakan politik menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan politik antara Tentara Nasional Indonesia dan PKI untuk saling mendekati dan mempengaruhi presiden. Tentara sangat meragukan kedekatan Soekarno dengan PKI yang dipakai PKI sebagai sarana pendukung demi gagasan Nasakomisasi sistem Demokrasi Terpimpin. Namun sebaliknya PKI senantiasa memanfaatkan proyek nasakomisasi untuk masuk kedalam pemerintahan dan forum nonstruktural yang dianggap penting sekali.
No comments:
Post a Comment