Sunday, July 19, 2020

Peradilan Pelanggaran Ham Internasional

Peradilan internasional ialah unsur unsur atau komponen forum peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan dalam rangka mencapai peradilan internasional. Dalam sejarah dunia, kasus pelanggaran hak asasi insan yang pertama kali digelar oleh pengadilan internasional ialah kasus yang dilakukan oleh mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic. Slobodan Milosevic meninggal dalam penjara di Den Haag, Belanda pada usia 64 tahun pada tanggal 11 Maret 2006 sebelum hakim mengetukkan palu vonis.

Di suatu negara yang akan dibuat pengadilan internasional atas kasus pelanggaran berat hak asasi insan apabila pemerintah negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup membuat pengadilan yang objektif, pelanggaran HAM tersebut mengancam perdamaian internasional ataupun regional, dan berlangsung konflik yang terus-menerus.

Pembentukan pengadilan internasional harus menerima persetujuan Dewan Keamanan PBB terlebih dahulu. Lembaga yang menangani dilema sengketa dan tindakan kejahatan internasional dalam struktur organisasi PBB salah satunya ialah Mahkamah Internasional (MI) merupakan organisasi eksklusif dari PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Fungsi utama mahkamah internasional ialah menuntaskan kasus-kasus persengketaan internasional yang subjeknya ialah negara.

Kewenangan yang dimiliki oleh MI untuk menegakkan aturan aturan internasional ialah memutus kasus terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi statuta mahkamah. Empat jenis kejahatan berat, yaitu sebagai berikut.
  1. Kejahatan genosida (the crime of genocide), yaitu tindakan jahat yang berupaya untuk memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa, etnik, ras, ataupun kelompok keagamaan tertentu.
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes againts humanity), yaitu tindakan penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil tertentu.
  3. Kejahatan perang (war crime), yaitu mencakup tindakan berkenaan dengan kejahatan perang, khususnya apabila dilakukan sebagai cuilan dari suatu planning atau kebijakan atau sebagai cuilan dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut. Semua tindakan terhadap insan atau hak miliknya yang bertentangan dengan Konvensi Jenewa (misalnya, pembunuhan berencana, penyiksaan, eksperimen biologis, menghancurkan harta benda, dan lain-lain). Kejahatan serius yang melanggar aturan konflik bersenjata internasional (misalnya, menyerang objek-objek sipil bukan objek militer, membombardir secara membabi-buta suatu desa atau penghuni bangunan-bangunan tertentu yang bukan objek militer).
  4. Kejahatan aksi (the crime of aggression), yaitu tindak kejahatan yang berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian.

Poses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan HAM internasional secara umum sama dengan penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan yang lain, sebagaimana diatur dalam aturan program pidana di Indonesia. Secara garis besar, apabila terjadi pelanggaran HAM yang berat dan berskala internasional, proses peradilannya sebagai berikut.
  1. Jika suatu negara sedang melaksanakan penyelidikan, penyidikan atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana internasional berada dalam posisi inadmissible (ditolak) untuk menangani kasus kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi inadmissible sanggup berkembang menjadi admissible (diterima untuk menangani perkaran pelanggaran HAM), apabila negara yang bersangkutan enggan (unwillingness) atau tidak bisa (unable) untuk melaksanakan kiprah pemeriksaan dan penuntutan.
  2. Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, lalu negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melaksanakan penuntutan lebih lanjut terhadap pelaku kejahatan tersebut, maka pengadilan pidana internasional berada dalam posisi inadmissible. Namun, dalam hal ini, posisi inadmissible sanggup berkembang menjadi admissible jikalau putusan yang menurut keengganan (unwillingness) dan ketidakmampuan (unability) dari negara untuk melaksanakan penuntutan.
  3. Jika pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan aturan yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah menempel asas nebus in idem. Artinya, seseorang tidak sanggup dituntut untuk kedua kalinya dalam kasus yang sama sehabis terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan pengadilan peradilan yang berkekuatan tetap.

Putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan itu bersalah, berakibat akan jatuhnya sanksi. Sanksi internasional dijatuhkan kepada negara yang dinilai melaksanakan pelanggaran atau tidak peduli terhadap pelanggaran hak asasi insan di negaranya. Sanksi yang diterapkan bermacam-macam, di antaranya:
  1. Diberlakukannya travel warning (peringatan ancaman berkunjung ke negara tertentu) terhadap warga negaranya,
  2. Pengalihan investasi atau penanaman modal asing,
  3. Pemutusan hubungan diplomatik,
  4. Pengurangan pertolongan ekonomi,
  5. Pengurangan tingkat kerja sama,
  6. Pemboikotan produk ekspor,
  7. Embargo ekonomi.

No comments:

Post a Comment