Sunday, July 19, 2020

Perkembangan Proses Penyelenggaraan Nkri

Proses penyelenggaran negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami dinamika. Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 ketika pertama kali disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengamanatkan bentuk negara kesatuan sebagai bentuk negara yang baku dan tidak sanggup ditawar lagi. Dalam perjalanannyanegara kita tercinta pernah mengalami periode di mana konsep negara kesatuan diganti dengan federalisme. Hal tersebut dilakukan alasannya yaitu kondisi yang memaksa kita untuk mengubah bentuk negara. Tujuannya yaitu biar Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan segera pergi dari tanah air Indonesia.

A. Periode 18 Agustus 1945 hingga dengan 27 Desember 1949
Pada periode ini bentuk negara Republik Indonesia yaitu kesatuan, dengan bentuk pemerintahan yaitu republik dan presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan kepala negara dengan sistem pemerintahan presidensial. Pada periode ini gres sanggup diwujudkan presiden, wakil presiden, para menteri dan gubernur. Departemen yang dibuat terdiri atas 12 departemen dan provinsi yang gres dibuat ada 8 provinsi. Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI.

Undang-Undang Dasar 1945 melalui ketentuan dalam pasal IV Aturan Peralihan menyatakan bahwa Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan pertimbangan Agung dibuat berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan tunjangan sebuah komite nasional. Pasal IV aturan peralihan ini menunjukkan kekuasaan yang teramat luas kepada presiden. Kekuasaan presiden mencakup kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif), menjalan kekuasaan MPR dan dewan perwakilan rakyat (legislatif) serta menjalankan kiprah DPA. Kekuasaan yang teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya untuk sementara waktu saja, biar penyelenggaraan negara sanggup berjalan.

Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan dalih oleh Belanda untuk menuduh Indonesia sebagai negara diktator, alasannya yaitu kekuasaan negara terpusat kepada presiden. Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, pemerintah RI mengeluarkan tiga buah maklumat.
  1. Maklumat Wapres Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar sanggup dari Presiden sebelum masa waktunya berakhir. Kemudian maklumat tersebut menunjukkan kekuasaan MPR dan dewan perwakilan rakyat kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada dasarnya maklumat ini yaitu penyimpangan terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. ihwal pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akhir dari anggapan pada ketika itu bahwa salah satu ciri demokrasi yaitu multipartai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya biar dunia barat menilai bahwa Indonesia yaitu negara yang menganut asas demokrasi.
  3. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang pada dasarnya mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Maklumat tersebut kembali menyalahi ketentuan Undang-Undang Dasar RI 1945 yang tetapkan sistem pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintah Indonesia.
Sistem parlementer berlaku mulai tanggal 14 November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir yang dilanjutkan dengan kabinet Syahrir II dan III. Sewaktu bubarnya kabinet Syahrir III, sebagai akhir meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda, pemerintah membentuk Kabinet Presidensial kembali (27 Juni 1947-3 Juli
1947). Namun atas desakan dari beberapa partai politik, Presiden Soekarno kembali membentuk Kabinet Parlementer, menyerupai berikut.
  1. Kabinet Amir Syarifudin I : 3 Juli 1947- 11 November 1947
  2. Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
  3. Kabinet Hatta I : 29 Januari 1948-4 Agustus 1949
  4. Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin
  5. Prawiranegara) : 19 Desember 1948-4 Agustus1949
  6. Kabinet Hatta II : 4 Agustus 1949-20 Desember 1949)

Periode Negara Kesatuan Republik Indonesia berakhir seiring dengan hasil akad Konferensi
Meja Bundar yang mengubah bentuk negara kita menjadi negara serikat pada tanggal 27 Desember 1949.

B. Periode 17 Agustus 1950 hingga dengan 5 Juli 1959
Pada periode ini, Indonesia memakai Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950. UUDS RI 1950 merupakan perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 19 Mei 1950.

Bentuk negara Indonesia yaitu kesatuan yang kekuasannya dipegang oleh pemerintah pusat. Hubungan dengan kawasan didasarkan pada asas desentralisasi. Bentuk pemerintahan yang diterapkan yaitu republik, dengan kepala negara yaitu seorang presiden yang dibantu oleh seorang wakil presiden.

Sistem pemerintahan yang dianut yaitu sistem pemerintahan parlementer dengan memakai kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Alat-alat perlengkapan negara mencakup Presiden dan Wakil Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Pada ketika mulai berlakunya UUDS RI 1950, dibuat Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang merupakan adonan anggota dewan perwakilan rakyat RIS ditambah ketua dan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat dan anggota yang ditunjuk oleh presiden.

Praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa berlakunya UUDS 1950 dalam kurun waktu antara 1950-1959, telah terjadi 7 kali pergantian kabinet.
  1. Kabinet Natsir : 6 Sepetember 1950-27 April 1951
  2. Kabinet Sukiman-Suwirjo : 27 April 1951-3 april 1952
  3. Kabinet Wilopo : 3 April 1952-30 Juli 1953
  4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I : 30 Juli 1953-12 Agustus 1955
  5. Kabinet Burhanudin Harahap : 12 Agustus 1955-24 Maret 1956.
  6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II : 24 Maret 1956-9 April 1957
  7. Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) : 9 April 1957-10 Juli 1959.
Pada periode ini muncul pemberontakan-pemberontakan menyerupai pemberontakan DI/TII, RMS di Maluku, APRA di Bandung, PRRI-Permesta dan sebagainya. Hal yang menjadikan kondisi negara kacau pada periode ini yaitu tidak berhasilnya tubuh konstituante menyusun undang-undang dasar yang baru. Presiden Soekarno untuk mengajukan rancangannya mengenai konsep demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Presiden untuk memakai wewenangnya yakni mengeluarkan Dektrit Presiden tanggal 5 Juli tahun 1959, yang berisi di antaranya sebagai berikut.
  1. Pembubaran konstituante
  2. Memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
  3. Pembentukan MPR dan DPA sementara.

C. Periode 5 Juli 1959 hingga dengan 11 Maret 1966 (Masa Orde Lama)
Sejak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kabinet yang dibuat pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinet Kerja yang terdiri atas unsur-unsur berikut.
  1. Kabinet Inti, yang terdiri atas seorang perdana menteri yang dijabat oleh Presiden dan 10 orang menteri.
  2. Menteri-menteri ex officioō€€¸ yaitu pejabat-pejabat negara yang karenajabatannya diangkat menjadi menteri. Pejabat tersebut yaitu Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, Udara, Kepolisian Negara, Jaksa agung, Ketua Dewan Perancang Nasional dan Wakil Ketua Dewan pertimbangan Agung.
  3. Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.

Pada mulanya inspirasi demokrasi terpimpin yaitu demokrasi yang dipimpin oleh hikmat budi dalam permusyawaratan/perwakilan. Namun, usang kelamaan bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi. Segala kebijakan didasarkan kepada kehendak pribadi dan tidak berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintahan berlangsung otoriter, dan terjadinya pengkultusan individu.

Pelaksaan pemerintahan pada periode ini, meskipun berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dalam kenyataannya banyak terjadi penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini yaitu beberapa penyimpangan selama pelaksanaan demokrasi terpimpin.
  1. Membubarkan dewan perwakilan rakyat hasil pemilu dan menggantikannya dengan membentuk dewan perwakilan rakyat Gotong Royong (DPRGR) yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  2. Membentuk MPR sementara yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  3. Penetapan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS.
  4. Membentuk Front Nasional melalui Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959 yang anggotanya berasal dari banyak sekali organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial politik yang ada di Indonesia.
  5. Terjadinya pemerasan terhadap Pancasila. Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa diperas menjadi tiga unsur yang disebut Trisila, kemudian Trisila ini diperas lagi menjadi satu unsur yang disebut Ekasila. Ekasila inilah yang dimaksud dengan Nasakom (nasionalis, agama dan komunisme).

Gagasan Nasakom inilah yang memberi peluang bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI melaksanakan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965 yang ditandai dengan dibantainya 7 orang perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

D. Periode 11 Maret 1966 hingga dengan 21 Mei 1998 (masa Orde Baru)
Kepemimpinan Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, jadinya jatuh pada tahun 1966. Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh Orde Baru yang dipimpin Soeharto. Prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru yaitu sebagai berikut.
  1. Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968 hanya 70 dollar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000 dollar Amerika Serikat.
  2. Suksesnya kegiatan transmigrasi, kegiatan Keluarga Berencana, dan sukses memerangi buta huruf.

Orde Baru melaksanakan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan konstitusional yang paling menonjol pada masa Pemerintahan Orde Baru sekaligus menjadi kelemahan sistem pemerintahan Orde Baru yaitu sebagai berikut.
  1. Bidang Ekonomi. Penyelengaraan ekonomi tidak didasarkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Terjadinya praktik monopoli ekonomi. Pembangunan ekonomi bersifat sentralistik sehingga terjadi jurang pemisah antara  pusat dan daerah. Pembangunan ekonomi dilandasi oleh tekad untuk kepentingan individu.
  2. Bidang Politik. Kekuasaan berada di tangan forum eksekutif. Presiden sebagai pelaksana undang-undang kedudukannya lebih mayoritas dibandingkan dengan forum legislatif. Praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) biasa terjadi yang tentunya merugikan perekonomian negara dan kepercayaan masyarakat.
  3. Bidang hukum. Perundang-undangan yang memiliki fungsi untuk membatasi kekuasaan presiden kurang memadai sehingga kesempatan ini memberi peluang terjadinya praktik KKN dalam pemerintahan.

Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri. Sebagai gantinya, B.J. Habibie yang ketika itu menjabat sebagai wakil presiden dilantik sebagai Presiden RI yang ketiga. Masa jabatan Presiden B.J. Habibie berakhir sesudah pertanggungjawabannya ditolak oleh Sidang Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999.

E. Periode 21 Mei 1998-sekarang (masa reformasi)
Memasuki masa Reformasi, bangsa Indonesia bertekad untuk membuat sistem pemerintahan yang demokratis. Pemerintah konstitusional bercirikan adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau administrator dan jaminan atas hak asasi insan dan hak-hak warga negara. Salah satu bentuk reformasi yaitu melaksanakan perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 juga mengubah struktur ketatanegaraan Indonesia. Beberapa perubahan fundamental dalam ketatanegaraan Indonesia sesudah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut.
  1. Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Dasar (Pasal 1)
  2. MPR merupakan forum bikameral, yaitu terdiri dari dewan perwakilan rakyat dan DPD (Pasal 2)
  3. Presiden dan Wapres dipilih eksklusif oleh rakyat (Pasal 6A)
  4. Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sanggup dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7)
  5. Pencantuman hak asasi insan (Pasal 28 A-28J)
  6. Penghapusan DPA sebagai forum tinggi negara
  7. Presiden bukan mandataris MPR
  8. MPR tidak lagi menyusun GBHN
  9. Pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial (Pasal 24B dan 24C)
  10. Anggaran pendidikan minimal 20 % (Pasal 31)
  11. Negara kesatuan dihentikan diubah (Pasal 37)
  12. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dihapus
 Proses penyelenggaran negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami d Perkembangan Proses Penyelenggaraan NKRI
Dalam sejarah ketatanegaraan di negara kita pernah terjadi dua kali insiden dikeluarkannya dekrit presiden yaitu pada masa Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid.
No.AspekSukarnoGus Dur
1.Latar belakang dikeluarkannyaDekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk tetapkan Undang-Undang Dasar gres sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya hingga tahun 1958 belum berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar '45 semakin kuat.Persoalan yang sangat menonjol dalam pemerintahan Gus Dur yaitu sebagai berikut : duduk masalah KKN, pemulihan ekonomi, duduk masalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs rupiah, duduk masalah jaringan pengaman sosial (JPS), penegakan hukum, dan penegakan HAM
2.IsiIsi dari Dekret tersebut antara lain :
  1. Pembubaran Konstituante 
  2. Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950 
  3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
Isi Dekrit K.H. Abdurrahman Wahid (Gusdur) :
  1. Membekukan MPR dan dewan perwakilan rakyat Republik Indonesia.
  2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat.
  3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari kendala unsur-unsur Orde Baru.
3.Dukungan terhadap dekrit tersebutSukarno berani mengeluarkan Dekrit tahun 1959 alasannya yaitu didukung oleh Tentara Nasional Indonesia seluruhnya melalui AH Nasution. Di dewan perwakilan rakyat dan Konstiituante, PNI, PKI serta beberapa partai lain mendukung planning Dekrit. Sukarno berhasil pertahankan Dekrit. Maka tindakan revolusi hukumnya sah.Presiden Gus Dur mengeluarkan Dekrit membubarkan DPR/MPR. Namunt Gus Dur tidak menerima dukungan TNI, Polisi, Politisi dan rakyat untuk keluarkan Dekrit, sehingga revolusi hukumnya gagal.
4.Akibat yang ditimbulkan dari dikeluarkannya dekrit tersebutSetelah keluarnya dekrit presiden tanggal 5 juli 1959, sebagai tindak lanjut pemerintah mengeluarkan beberapa keputusan, antara lain:
  1. Pembentukan kabinet kerja, dengan programnya yang disebut tri program, isinya:
  2. Penetapan dewan perwakilan rakyat hasil pemilu 1955 menjadi dewan perwakilan rakyat tanggal 23 juli 1959.
  3. Pembentukan DPR-GR.
  4. Pembentukan dewan perancang Nasional (Depernas) dan Font Nasional. 
  5. Penetapan GBHN. 
Amien Rais selaku ketua MPR menolak secara tegas dekrit presiden tersebut. Atas tawaran dewan perwakilan rakyat maka MPR mempercepat sidang istimewa. Hal tersebut merupakan puncak jatuhnya K.H. Abdurrahman Wahid dari dingklik kepresidenan.

Dalam sidang spesial tersebut MPR menilai Presiden K.H. Abdurrahman Wahid telah melanggar Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, alasannya yaitu tetapkan Komjen (pol.) Chaerudin sebagai pemangku sementara jabatan kepala Polri.

No comments:

Post a Comment