Perjanjian internasional yaitu perjanjian antarnegara atau antara negara dengan organisasi internasional yang menjadikan akhir aturan tertentu berupa hak dan kewajiban di antara pihak pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian internasional mempunyai kedudukan yang penting dalam pelaksanaan hubungan internasional. Biasanya negara-negara yang menjalin hubungan atau kolaborasi internasional selalu menyatakan ikatan hubungan tersebut dalam suatu perjanjian internasional. Di dalam perjanjian internasional, diatur hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antarnegara yang mengadakan perjanjian dalam rangka hubungan internasional.
Menurut Pasal 38 Ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, perjanjian internasional merupakan sumber utama dari sumber-sumber aturan internasional lainnya. Hal tersebut sanggup dibuktikan terutama dalam kegiatan-kegiatan internasional sampaumur ini yang sering berpedoman pada perjanjian antara para subjek aturan internasional yang mempunyai kepentingan yang sama. Misalnya, Deklarasi Bangkok 1968 yang melahirkan ASEAN dengan tujuan melaksanakan kolaborasi di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting, lantaran alasan berikut.
- Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian aturan alasannya yaitu perjanjian internasional dilakukan secara tertulis.
- Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah ke penting an bersama di antara para subjek aturan internasional.
A. Asas-Asas Perjanjian Internasional
Berdasarkan dua alasan tersebut, suatu perjanjian inter nasional yang dibentuk secara sepihak lantaran ada unsur paksaan dianggap tidak sah dan batal demi hukum. Oleh lantaran itu, dalam membuat suatu perjanjian internasional harus diperhatikan asas-asas berikut.
- Pacta Sunt Servada, yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibentuk harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakannya.
- Egality Rights, yaitu asas yang menyatakan bahwa pihak yang saling mengadakan hubungan atau perjanjian internasional mempunyai kedudukan yang sama.
- Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu negara terhadap negara lain sanggup dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif maupun positif.
- Bonafides ๔yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh itikad baik dari kedua belah pihak semoga dalam perjanjian tersebut tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
- Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara
- Rebus sig Stantibus, yaitu asas yang sanggup digunakan terhadap perubahan yang fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Hubungan internasional yang dibangun oleh Bangsa Indonesia merupakan pengamalan Pancasila terutama sila kedua yaitu Kemanusian yang adil dan beradab dan merupakan perwujudan perilaku saling menghormati dengan bangsa lain. Perjanjian internasional mempunyai istilah yang beragam. Pemberian istilah perjanjian internasional didasarkan pada tingkat pentingnya suatu perjanjian internasional serta keharusan untuk mendapat pengesahan dari setiap kepala negara yang mengadakan suatu perjanjian. Adapun istilah lain dari perjanjian internasional yaitu sebagai berikut.
No. | Istilah | Penjelasan |
---|---|---|
1. | Traktat (treaty) | Trakat (Treaty) yaitu perjanjian yang merupakan persetujuan dari dua Negara atau lebih. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak, dan harus diratifikasi. Perjanjian ini khusus meliputi bidang politik dan bidang ekonomi. Beberapa pola dari traktat atau adalah: Traktat ihwal larangan Melakukan Percobaan Senjata Nuklir di Atmosphir, Angkasa Luar, dan di Bawah Air, Treaty Contract tahun 1955 antara pihak Indonesia-RRC ihwal dwi kewarganegaraan. SEATO (South East Asia Treaty Organization), Konferensi Asia Afrika 1955, dan APEC |
2. | Persetujuan (agreement) | Agreement yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih, yang mempunyai akhir aturan ibarat dalam treaty. Namun dalam agreement lebih bersifat eksekutif/teknis administrative (non politis), dan tidak mutlak harus diratifikasi. Contohnya agreement ihwal ekspor impor komoditas tertentu. dan Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Governmentof the Commonwealth of Australia Establishing Certain Seabed Boundaries, Mei 18 1971 (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Persemakmuran Australia ihwal Penetapan Garis-Garis Batas Dasar Laut Tertentu, tanggal 18 Mei 1971). |
3. | Konvensi (convention) | Konvensi yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982, Konvensi Jenewa ihwal Tanggung Jawab Internasional atas Kerugian oleh Benda-Benda Angkasa. Konvensi mengenai Pemberantasan Tindakan-Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil, Konvensi Paris 1919 ihwal Wilayah Udara, Konvensi Internasional 1966 ihwal Jalur Pelayaran, Konvensi Wina 1961 ihwal Hubungan Diplomatik |
4. | Protokol (protocol) | Protokol (Protocol) yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya dibentuk oleh kepala Negara, mengatur masalah-masalah tambahan ibarat penafsiran klausul-klausul tertentu. Contohnya, protokol Den Haag tahun 1930 ihwal perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas ihwal wilayah perwalian, protokol tambahan, konvensi internasional mengenai hak-hak sipil dan politik tahun 1966, dan Protocol of 1967 Relating to the Status of Refugees yang merupakan suplemen dari Convention of relating to the Status Refugees, dan Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer 1985 (Protocol based on a Framework Treaty). |
5. | Piagam (statuta) | Piagam (statuta) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai anggaran dasar suatu lembaga. Beberapa pola piagam antara lain Statuta of The International Court of Justice pada tahun 1945, Piagam Kebebasan Transit yang dilampirkan pada Convention of Barcelona tahun 1921, Piagam PBB tahun 1945. |
6. | Charter | Charter yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk tubuh tertentu. Misalnya, The Charter of The United Nation tahun 1945, Magna Charta, dan Atlantic Charter tahun 1941. |
7. | Deklarasi (declaration) | Deklarasi (declaration) yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau menyatakan adanya aturan yang berlaku atau untuk membuat aturan baru. Misalnya Universal Declaration of Human Rights, Declaration of Zone of Peace, Freedomand Neutrality, Deklarasi ihwal Prinsip-Prinsip Pengaturan Dasar Laut dan Dasar Samudera-Dalam serta Tanah di Bawahnya di Luar Batas-Batas Yurisdiksi Nasional, Deklarasi ASEAN, dan Deklarasi Juanda. |
8. | Modus vivendi | Modus vivendi yaitu perjanjian sementara antara kedua belah yang bersengketa hingga ada perjanjian gres yang niscaya dan permanen. Modus vivendi tidak memerlukan ratifikasi. Contoh modus vivendi yaitu perjanjian Washington antara Amerika dan Kanada ihwal perikanan yang berakhir tahun 1885. |
9. | Covenant | Istilah kovenan (Covenant) juga mengandung arti yang sama dengan piagam, jadi digunakan sebagai konstitusi suatu organisasi internasional. Sebuah organisasi internasional yang konstitusinya menggunakan istilah covenant dalah Liga Bangsa-Bangsa (Covenant of the League of Nations).. Contoh kovenan antara lain Kovenan Intenasional ihwal Hak-Hak Sipil dan Politik, tanggal 16 Desember 1966 (Internasonal Covenant on Civil and Political Rights of December 16. 1966) dan Kovenan Internasional ihwal Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 16 Desember 1966 (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights, December 16, 1966). |
10. | Ketentuan epilog ๔(final act) | Ketentuan epilog (final act) yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi. Di sini disebutkan ihwal negara-negara penerima dan nama-nama utusan yang ikut berunding serta ihwal hal-hal yang disetujui dalam konferensi itu, termasuk interpretasi Contoh: Final Act General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1974 dan Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiating 1994. |
11. | Ketentuan umum (general act) | Ketentuan Umum (General Act), yaitu trakat yang sanggup bersifat resmi dan tidak resmi. Misalnya, LBB (Liga Bangsa-Bangsa) menggunakan ketentuan umum mengenai arbitasi untuk menuntaskan secara hening pertikaian internasional tahun1928. Nama general act digunakan oleh Liga Bangsa-bangsa dalam perkara General Act for the Pasific Settlement of International Disputes yang dikeluarkan oleh Majelis Liga pada tahun 1928 dan naskah revisinya disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa tanggal 28 April 1949. |
12. | Pertukaran nota | Pertukaran Nota merupakan metode yang tidak resmi serta sanggup bersifat multirateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut mereka. Penggunaan istilah Pertukaran Nota pernah juga digunakan untuk Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Arab Mesir mengenai Pembentukan Komite Bersama di Bidang Perdagangan (diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1987) dan Perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Suara antara Republik Indonesia dan Masyarakat Eropa (diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1988). |
13. | Pakta (pact) | Pakta (pact) yaitu traktat dalam pengertian sempit yang pada umumnya berisi materi politis. Istilah pakta dalam bahasa Inggris pact dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional dalam bidang militer, pertahanan, dan keamanan. Misalnya perjanjian ihwal organisasi kerjasama pertahanan dan keamanan Atlantik Treaty Organisation/NATO disebut dengan pakta atlantik dan Pakta Warsawa, The Pact of the League of Arab States 1945(Liga Arab). |
Tahapan Pembuatan Perjanjian Internasional
Dalam proses pembuatan perjanjian internasional ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam pembuatan sebuah perjanjian internasional antara lain sebagai berikut.
- Perundingan (negotiation) yaitu tahap pertama yang dilakukan sebelum diadakannya perjanjian. Perundingan sanggup dilakukan oleh perwakilan diplomat yang mempunyai surat kuasa penuh dari pemerintah, sanggup juga kepala pemerintah langsung. Wakil-wakil negara melaksanakan negosiasi terhadap problem yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga sanggup diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power). Apabila negosiasi mencapai kesepakatan maka negosiasi tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.
- Setelah diadakan perundingan, selanjutnya penandatanganan (signature) hasil negosiasi yang akan dijadikan perjanjian. Penandatanganan sanggup dilakukan oleh duta besar, anggota legislatif maupun eksekutif. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki tahap pengesahan atau pengukuhan oleh parlemen atau tubuh legislatif di negara-negara yang menandatangani perjanjian.
- Selanjutnya pengukuhan (ratification) yang akan dilakukan oleh kepala pemerintahan dan anggota dewan perwakilan rakyat dengan diadakannya rapat terlebih dahaulu. biasanya hal ini dilakukan untuk problem yang sangat penting dan meliputi problem orang banyak. Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa problem perjanjian internasional harus mendapat persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Secara yuridis, apabila suatu negara yang telah menandatangani perjanjian tapi belum meratifikasinya, maka negara tersebut belum merupakan penerima dalam perjanjian.
- Pengumuman (declaration). Setelah suatu perjanjian disahkan melalui proses pengesahan oleh setiap negara peserta, berikutnya yaitu perlu adanya registrasi dan pengumuman di organisasi internasional (PBB).
Negara Indonesia pada tahun 2005 menandatangani Nota Kesepahaman dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia. GAM dalam posisinya sebagai insurgent (insurgent merupakan kualifikasi pemberontakan dalam suatu negara), bukan belligerent (pihak yang bersengketa). Setiap pemberontak (insurgent) sanggup disebut sebagai belligerent sebagai subjek aturan internasional harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:
- Pemberontakan telah terorganisasi dalam satu kekuasaan yang benar-benar bertanggungjawab atas tindakan bawahannya dan mempunyai organisasi pemerintahannya sendiri;
- Pemberontak mempunyai kontrol efektif secara de facto dalam penguasaan atas beberapa wilayah;
- Pemberontak menaati aturan dan kebiasaan perang (seperti melindungi penduduk sipil dan membedakan diri dari penduduk sipil) serta mempunyai seragam dengan gejala khusus sebagai peralatan militer yang cukup.
Dengan posisi GAM sebagai insurgent bukan belligerent sehingga tidak sanggup dipandang sebagai subjek aturan internasional. Sehingga kesepakatan hening yang dirumuskan di Helsinki, Finlandia, tidak sanggup digolongkan sebagai perjanjian internasional.
No comments:
Post a Comment