Saturday, July 18, 2020

Pemilihan Umum Tahun 1955

Pemilu 1955 merupakan pemilu pertama yang bersifat nasional yang bertujuan untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam tubuh legislatif dan dewan Konstituante. Pemilu ini dilaksanakan selama dua tahap, tahap pertama pertama untuk menentukan anggota tubuh legislatif yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk menentukan anggota Dewan Konstituante (badan pembuat Undang-undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Penyelenggaraan pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang paling ideal dan paling demokratis. Idealitas yang dibangun menurut kebebasan dan pluralitas kontestan pemilu, netralitas birokrasi dan militer setidaknya dalam konsep, tidak terjadi kerusuhan atau bentrok masa, diwakilinya semua partai dalam tubuh penyelenggara pemilu dan antusiasme pemilih.

Pemilu pada tahun 1955 ini merupakan pemilu yang disiapkan dan diselenggarakan oleh tiga kabinet yang berbeda. Persiapannya dilakukan oleh Kabinet Wilopo, sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953-12 Agustus 1955) dan Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet Wilopo mempersiapkan rencana undang-undang dan mengesahkan undang-undang pemilu. Kabinet Ali Sastroamidjojo melakukan pemilu hingga tahap kampanye lalu diganti Kabinet Burhanuddin Harahap yang melakukan tahapan selanjutnya yaitu hari-H pencoblosan hingga pemilu selesai.

Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 kawasan pemilihan yang mencakup 208 kabupaten, 2139 kecamatan dan 43.429 desa, dan 39 juta rakyat Indonesia memperlihatkan suaranya di kotak-kotak suara. Pemilihan umum 1955 merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum ini membuktikan telah berjalannya demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah memakai hak pilihnya untuk menentukan wakil-wakil mereka.
 merupakan pemilu pertama yang bersifat nasional yang bertujuan untuk menentukan wakil Pemilihan Umum Tahun 1955
Dalam pemilihan umum 1955 terdapat 100 partai besar dan kecil yang mengajukan calon-calonnya untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 82 partai besar dan kecil untuk Dewan Konstituante. Selain itu masih ada 86 organisasi dan perseorangan akan ikut dalam pemilihan umum. Dalam registrasi pemilihan tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia yang mendaftarkan namanya (kurang lebih 78 juta), angka yang cukup tinggi yang ikut dalam pesta demokrasi yang pertama.

A. Pemilihan Anggota DPR
Pemilihan umum untuk anggota dewan perwakilan rakyat dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Hasilnya diumumkan pada 1 Maret 1956. Urutan perolehan bunyi terbanyak ialah PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama dan PKI. Sepuluh perolehan bunyi terbanyak memperoleh dingklik sebagai berikut :
No.Nama PartaiJumlah KursiNo.Nama PartaiJumlah Kursi
1.Partai Nasional Indonesia576.Partai Nasrani Indonesia8
2.Masyumi577.Partai Katholik Indonesia6
3.Nahdlatul Ulama458.Partai Sosialis Indonesia5
4.Partai Komunis Indonesia399.IPKI4
5.PSII810.PersatuanTtarbiyah Islamiyah4

Pemilihan Umum 1955 menghasilkan susunan anggota dewan perwakilan rakyat dengan jumlah anggota sebanyak 250 orang dan dilantik pada tanggal 24 Maret 1956 oleh Presiden Soekarno. Acara peresmian ini dihadiri oleh anggota dewan perwakilan rakyat yang usang dan menteri-menteri Kabinet Burhanudin Harahap. Dengan terbentuknya dewan perwakilan rakyat yang gres maka berakhirlah masa kiprah dewan perwakilan rakyat yang usang dan penunjukkan tim formatur dilakukan menurut jumlah bunyi terbanyak di DPR.

Daftar susunan Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1960 antara lain sebagai berikut.
NoJabatanNama
1.Ketua FraksiMr. Burhanuddin Harahap
2.Wakil Ketua IH. Zainal Abidin Ahmad
3.Wakil Ketua IIR.T. Djaja Rahmat
4.Wakil Ketua IIIK.H. Tjikwan
5.Sekretaris IG.A. Muis
6.Sekretaris IIE. Zainal Muttaqien
7.BendaharaNy. Sunarjo Mangunpuspito

Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Hasil pemilihan  diumumkan pada 16 Juli 1956, perolehan bunyi partai-partai yang mengikuti pemilihan anggota Dewan Konstituante urutannya tidak jauh berbeda dengan pemilihan anggota legislatif, empat besar partainya ialah PNI, Masyumi, NU dan PKI.
No.Nama PartaiJumlah KursiNo.Nama PartaiJumlah Kursi
1.Partai Nasional Indonesia1196.Partai Nasrani Indonesia16
2.Masyumi1127.Partai Katholik Indonesia106
3.Nahdlatul Ulama918.Partai Sosialis Indonesia10
4.Partai Komunis Indonesia809.IPKI8
5.PSII1610.PersatuanTtarbiyah Islamiyah7

Keanggotaaan Dewan Konstituante terdiri dari anggota hasil pemilihan umum dan yang diangkat oleh pemerintah. Pemeritah mengangkat anggota Konstituate kalau ada golongan penduduk minoritas yang turut dalam pemilihan umum tidak memperoleh jumlah dingklik sejumlah yang ditetapkan dalam UUDS 1950. Kelompok minoritas yang ditetapkan jumlah dingklik minimal ialah golongan Cina dengan 18 kursi, golongan Eropa dengan 12 dingklik dan golongan Arab 6 kursi.

Daftar susunan Konstituante 1956–1959
NoJabatanNama
1.Ketua FraksiMohammad Natsir
2.Wakil Ketua IH. Zainal Abidin Ahmad
3.Wakil Ketua IIK. H. Faqih Usman
4.Wakil Ketua IIISjapei
5.Sekretaris IHasan Natapermana
6.Sekretaris IIDahlan Lukman
7.PembantuOsman Raliby, K.H. Taufiqurrahman, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Rd. Moh. Hidajat, Bey Arifan, Zamzami Kimin, Prof. A. Kahar Mudzakkir, dan Ny. Nadimah Tandjung

Dalam sidang-sidang Dewan Konstituante yang berlangsung semenjak tahun 1956 hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak menghasilkan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar S 1950. Dewan memang berhasil menuntaskan bagian-bagian dari rancangan UUD, namun terkait dengan problem dasar negara, Dewan Konstituante tidak berhasil menuntaskan perbedaan yang fundamental diantara anjuran dasar negara yang ada. Dalam sidang Dewan Konstituante muncul tiga anjuran dasar negara yang diusung oleh partai-partai; 
  1. Dasar negara Pancasila diusung antara lain oleh PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan Baperki; 
  2. Kedua, Dasar negara Islam diusung antara lain oleh Masyumi, NU dan PSII;
  3. Ketiga, Dasar negara Sosial Ekonomi yang diusung oleh Partai Murba dan Partai Buruh. 

Dalam upaya untuk menuntaskan perbedaan pendapat terkait dengan problem dasar negara, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila wacana kemungkinan dimasukannya nilai-nilai Islam ke dalam Pancasila, yaitu dimasukkannya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar yang baru. Namun anjuran ini ditolak oleh pendukung Pancasila.

Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno dalam amanatnya di depan sidang Dewan Konstituante mengusulkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Konstituante harus mendapatkan Undang-Undang Dasar 1945 apa adanya, baik  pembukaan maupun batang tubuhnya tanpa perubahan. Dewan Konstituante mengadakan musyawarah namun tidak berhasil mencapai kuorum. Kondisi ini mendorong KSAD, Jenderal Nasution, selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu) dengan persetujuan dari Menteri Pertahanan sekaligus Perdana Menteri Ir. Djuanda, melarang sementara semua acara politik dan menunda semua sidang

Hari Minggu 5 Juli 1959, Presiden Soekarno memutuskan Dekrit Presiden 1959 di Istana Merdeka. Isi pokok dari Dekrit Presiden tersebut ialah membubarkan Dewan Konstituante, menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan menyatakan tidak berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Dekrit juga menyebutkan akan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu sesingkat-singkatnya.

No comments:

Post a Comment