Saturday, July 18, 2020

Dinamika Politik Era Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin merupakan suatu sistem pemerintahan yang ditawarkan Presiden Soekarno pada Februari 1957 yang merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi. Gagasan Presiden Soekarno ini dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950 hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional serta Dewan Konstituante tidak berhasil menuntaskan tugasnya menciptakan Presiden Soekarno berkeinginan untuk menyederhanakan partai-partai politik dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang dalam pemilihan umum 1955.

Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno mengatakan konsepsinya serta menghendaki dibentuknya Dewan Nasional. Beliau juga menekankan bahwa Demokrasi Liberal merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia. Demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Terpimpin.

Pokok-pokok pedoman yang terkandung dalam konsepsi tersebut, pertama, dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Kedua, pembentukan kabinet bersama-sama menurut imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan politik gres yang diberi nama oleh Presiden Soekarno golongan fungsional atau golongan karya

Upaya untuk menuju Demokrasi Terpimpin telah dirintis oleh Presiden Soekarno sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni sebagai berikut.
  1. Pembentukan Dewan Nasional pada 6 Mei 1957. Sejak dikala itu Presiden Soekarno mencoba mengganti sistem demokrasi parlementer yang menciptakan pemerintahan tidak stabil dengan demokrasi terpimpin. Melalui panitia perumus Dewan Nasional, dibahas mengenai proposal kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Presiden Soekarno menyetujui untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Mengeluarkan keputusan pada tanggal 19 Februari 1959 wacana pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Keputusan ini disampaikan di hadapan anggota dewan perwakilan rakyat pada tanggal 2 Maret 1959 dan Dewan Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Presiden Soekarno kemudian meminta anggota Dewan Konstituante untuk mendapatkan Undang-Undang Dasar 1945 apa adanya tanpa perubahan dan menetapkannya sebagai Undang-Undang Dasar RI yang tetap. Dewan Konstituante kemudian mengadakan pemungutan bunyi untuk mengambil keputusan terhadap proposal Presiden, namun sesudah melaksanakan pemungutan sebanyak tiga kali tidak mencapai kuorum untuk memutuskan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar yang tetap.
  3. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu), A.H. Nasution, atas nama pemerintah mengeluarkan larangan bagi semua acara politik, yang berlaku mulai tanggal 3 Juni 1959, pukul 06.00 Pagi. KSAD dan Ketua Umum PNI, Suwiryo, menyarankan kepada Presiden Soekarno untuk mengumumkan kembali berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 dengan suatu Dekrit Presiden.
  4. Pada tanggal 3 Juli 1959, Presiden Soekarno memanggil Ketua DPR, Mr. Sartono, Perdana Menteri Ir. Djuanda, para menteri, pimpinan TNI, dan anggota Dewan Nasional (Roeslan Abdoel Gani dan Moh. Yamin), serta ketua Mahkamah Agung, Mr. Wirjono Prodjodikoro, untuk mendiskusikan langkah yang harus diambil. Pertemuan tersebut juga menyepakati untuk mengambil langkah untuk melakukannya melalui Dekrit Presiden.

Pada hari Minggu, 5 Juli 1959  Presiden Soekarno mengumumkan dekrit yang memuat tiga hal pokok yaitu : Menetapkan pembubaran Konstituante. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan dekrit dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota dewan perwakilan rakyat ditambah dengan utusan-utusan dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
 Demokrasi Terpimpin merupakan suatu sistem pemerintahan yang ditawarkan Presiden Soekarno Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin
Sistem Politik Demokrasi Terpimpin
Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 dan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno eksklusif memimpin pemerintahan dan segera mengambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
  1. Pada 10 Juli 1959, Soekarno mengumumkan kabinet gres yang disebut Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini Soekarno bertindak selaku perdana menteri, dan Djuanda menjadi menteri pertama dengan dua orang wakil yaitu dr. Leimena dan dr. Subandrio. Program kabinet yang dicanangkan meliputi penyelenggaraan keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat, dan melengkapi sandang pangan rakyat.
  2. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang eksklusif diketuai oleh Presiden Soekarno, dengan Roeslan Abdulgani sebagai wakil ketuanya. Lembaga ini dibuat menurut Penetapan Presiden No. 3 tahun 1959 tertanggal 22 Juli 1959.
  3. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno menguraikan ideologi Demokrasi Terpimpin yang isinya meliputi revolusi, gotong royong, demokrasi, anti imperialisme-kapitalisme, anti demokrasi liberal, dan perubahan secara total. Pidato ini diusulkan DPAS dalam sidangnya bulan November 1959 dijadikan Garis-garis Besar Haluan Negara dengan nama “Manifesto Politik Republik Indonesia” disingkat Manipol.
  4. Melalui Penetapan Presiden No. 2/1959 tanggal 31 Desember 1959 dibuat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Chairul Saleh (tokoh Murba) sebagai ketuanya dan dibantu beberapa orang wakil ketua. Anggota MPRS pemilihannya dilakukan melalui penunjukkan dan pengangkatan oleh presiden, tidak melalui pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Fungsi dan kiprah MPRS hanya memutuskan Garis-garis Besar Haluan Negara.
  5. Pada tanggal 22 Juli 1959 keluar penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 yang memutuskan bahwa sebelum terbentuk dewan perwakilan rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945, maka dewan perwakilan rakyat yang telah dibuat menurut UU No. 37 tahun 1953 menjalankan tugasnya sebagai DPR. Tetapi penolakan dewan perwakilan rakyat terhadap RAPBN tahun 1960 mengakibatkan Presiden membubarkan forum tersebut menurut penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960, tanggal 5 Maret 1960. Pada tanggal 24 Juni 1960 dewan perwakilan rakyat diganti dengan dewan perwakilan rakyat GR yang anggotanya berasal dari tiga partai besar (PNI, NU, PKI). Ketiga partai ini dianggap telah mewakili semua golongan ibarat nasional, agama dan Komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom. Tugas pokok dewan perwakilan rakyat GR melaksanakan Manipol, merealisasikan amanat penderitaan rakyat dan melaksanakan demokrasi terpimpin. 
  6. Membentuk forum negara gres yang disebut Front Nasional menurut Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959. Front Nasional yakni suatu organisasi massa yang memperjuangkan keinginan Proklamasi dan keinginan yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945. Front Nasional eksklusif diketuai oleh Presiden Soekarno.
  7. Ketetapan Presiden No. 94 tahun 1962 wacana pengintegrasian lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan eksekutif. MPRS, DPRGR, DPA, Mahkamah Agung dan Dewan Perancang Nasional dipimpin eksklusif oleh Presiden. Pengintegrasian lembaga-lembaga tersebut dengan direktur menciptakan pimpinan forum tersebut diangkat menjadi menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu dan juga ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintah pada lembaganya masing-masing.
  8. Presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR) menurut Penetapan Presiden No. 4/1962. MPPR merupakan tubuh pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR) dalam mengambil kebijakan khusus dan darurat untuk menuntaskan revolusi. Keanggotaan MPPR meliputi sejumlah menteri yang mewakili MPRS, dewan perwakilan rakyat GR, Departemen-departemen, angkatan dan para pemimpin partai politik Nasakom.

Penilaian terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dilaksanakan oleh Presiden Soekarno pertama kali muncul dari M. Hatta, melalui tulisannya dalam Majalah Islam Panji Masyarakat pada tahun 1960 yang berjudul “demokrasi kita”. Hatta mengungkapkan kritiknya kepada tindakan-tindakan Presiden, tugas-tugas dewan perwakilan rakyat hingga pada pengamatan adanya ‘krisis demokrasi’, yaitu sebagai demokrasi yang tidak kenal batas kemerdekaan, lupa syaratsyarat hidupnya dan melulu menjadi anarki lambat laun akan digantikan oleh diktator.

No comments:

Post a Comment