Monday, February 17, 2020

Perkembangan Emosi Anak

Emosi (Nurihsan, 2007:154) itu sanggup didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a stird up state) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya perilaku. Gejala-gejala ibarat takut, cemas, marah, dongkol, iri, cemburu, senang, kasih sayang, simpati, dan sebagainya merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan emosional pada diri seseorang.

Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu: rangsangan yang mengakibatkan emosi (the stimulus variable, perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan referensi sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable). Yang mungkin sanggup diubah dan dipengaruhi atau diperbaiki (oleh para pendidik dan guru) ialah variabel pertama dan ketiga (the stimulus-response variables), sedangkan variabel kedua mustahil alasannya ialah merupakan proses fisiologis yang terjadi pada organisme secara mekanis.

Selanjutnya ada dua dimensi emosional yang sangat penting diketahui para pendidik, terutama para guru, ialah: (1) bahagia tidak bahagia (pleasent-unpleasent) atau suka tidak suka (like-dislike), dan (2) intensitas dalam term kuat-lemah (strength-weakness) atau halus kasarnya atau dalam-dangkalnya emosi tersebut. Hal-hal itu penting alasannya ialah sanggup memperlihatkan motivasi pengarahan dan integritas sikap seseorang, di samping mungkin pula akan merupakan hambatan-hambatan yang bersifat fatal (ingat bentuk¬bentuk sikap yang frustrasi).

Bridges (Loree, 1970 : 82) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada belum dewasa sebagai berikut.
  1. Pada dikala dilahirkan setiap bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan-rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur).
  2. Dalam periode 3 bulan pertama ketidaksenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan (melalui penularan) dari emosi orang tuannya.
  3. Dalam masa 3-6 bulan pertama ketidaksenangan itu berdiferensiasi kedalam  kemarahan, kebencian, dan ketakutan.
  4. Sedangkan pada masa 9 -12 bulan pertama kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang.
  5. Pada usia 18 bulan pertama kecemburuan mulai didiferensiasikan dari ketidaksenangan tadi.
  6. Pada usia 2 tahun, kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan. 
  7. Mulai usia 5 tahun, ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa; sedangkan kesenangari berdiferensiasi ke dalam keinginan dan kasih sayang.

Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya dimensi-dimensi tersebut di-reinforce¬ment secara conditioning melalui proses belajar. Oleh alasannya ialah itu, tidak mengherankan kalau terdapat siswa-siswa yang membenci atau menyenangi guru atau bidang studi tertentu, bergantung pada kemampuan guru untuk menyelenggarakan conditioning dan reinforcement aspek-aspek emosional tersebut.
 itu sanggup didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks  Perkembangan Emosi Anak
Perkembangan emosi pada anak usia sekolah
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :

a. Pada bayi hingga 18 bulan
  1. Pada fase ini, bayi butuh berguru dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya kondusif dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memperlihatkan ASI secara teratur memperlihatkan rasa kondusif pada bayi.
  2. Pada ahad ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jikalau ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jikalau melihat wajah dan bunyi orang di sekitarnya.
  3. Pada bulan keempat hingga kedelapan bayi mulai berguru mengekspresikan emosi ibarat gembira, terkejut, murka dan takut.
  4. Pada bulan ke-12 hingga 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jikalau ia dihampiri orang ajaib yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan memalsukan reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon bencana tertentu.
b. 18 bulan hingga 3 tahun
  1. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari hukum dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat jawaban sikap dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak berguru membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
  2. Pada anak usia dua tahun belum bisa memakai banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang bau tanah sanggup membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang bau tanah menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
  3. Pada usia antara 2 hingga 3 tahun anak mulai bisa mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai menyesuaikan diri dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
c. Usia antara 3 hingga 5 tahun
  1. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai berguru dan menjalin relasi pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai bisa mencicipi apa yang dirasakan oleh orang lain.
  2. Pada fase ini untuk pertama kali anak bisa memahami bahwa satu bencana bisa mengakibatkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan menciptakan pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
d. Usia antara 5 hingga 12 tahun
  1. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan hukum yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai bisa menjaga rahasia. Ini ialah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
  2. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa aib dan bangga. Anak sanggup menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
  3. Anak usia 9-10 tahun anak sanggup mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan sanggup berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu sanggup mengontrol emosi negatif ibarat takut dan sedih. Anak berguru apa yang menciptakan dirinya sedih, murka atau takut sehingga berguru menyesuaikan diri semoga emosi tersebut sanggup dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
  4. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak ihwal baik-buruk, ihwal norma-norma hukum serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku dikala di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa evaluasi baik-buruk atau aturan-aturan sanggup diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya sikap tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

No comments:

Post a Comment