Tidak hanya warga masyarakat, pemimpin-pemimpin bangsa pun selalu berupaya untuk membina persatuan dan kesatuan hidup bermasyarakat dan berbangsa. Usaha-usaha yang dilakukan pemimpin bangsa dalam membina persatuan dan kesatuan bermasyarakat dan berbangsa antara lain:
- Mengadakan ekspo budaya,
- Mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di setiap program resmi di mana pun berada,
- Menjalankan pemerintahan secara adil dan terbuka,
- Mengadakan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
- Menciptakan kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah sesuai agamanya masing-masing,
- Membina sikap saling menghormati dan menghargai antarpemeluk agama,
- Mengadakan peringatan hari-hari besar nasional dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
Setiap warga masyarakat harus selalu menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan semoga tercipta kerukunan hidup. Jika anggota masyarakat tidak mempunyai rasa persatuan dan kesatuan, maka ia akan berbuat semaunya dan pada hasilnya menyebabkan permasalahan.
Beberapa pola sikap yang tidak menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan sehingga menyebabkan tidak rukun, antara lain:
- Peserta didik bersikap sombong dan memilih-milih sobat di sekolah,
- Pertengkaran antarwarga,
- Tawuran antarpelajar atau warga,
- Merendahkan atau mengejek agama lain sehingga terjadi perselisihan,
- Konflik antarsuku, dan lain-lain.
Perilaku-perilaku di atas, harus dihindari dan diupayakan tidak terjadi dengan cara memperbesar rasa teloransi.
Ayo Bermain Peran
Kamu sanggup berguru perihal pentingnya menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan dengan bermain peran. Bentuklah kelompok terdiri atas enam anak. Keenam anak itu nantinya berperan sebagai Siti, Lani, Udin, Beni, Dayu, dan Pak Guru. Pelajari naskah untuk bermain kiprah berikut
Kesombongan Membawa Petaka
Sekolah sedang mengadakan acara jelajah alam yang diikuti oleh penerima didik kelas 5 dan 6. Mereka terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam acara jelajah alam tersebut, tim yang paling ulet dan sanggup menuntaskan kiprah dengan baik, akan mendapat penghargaan.
Siti, Leni, Udin, Beni, dan Dayu berada pada satu kelompok. Beni yaitu anak yang pintar, namun kurang sanggup bekerja sama dengan temannya. alasannya sikapnya yang sombong. Dayu sebagai pemimpin regu merasa kesulitan mengatur anggota regunya. Acara jelajah alam pun dimulai, mereka segera memasuki hutan untuk mencari jejak.
”Kalau cuma begini sih kecil, saya tahu betul kondisi hutan ini. Pasti kelompok kita yang menang nantinya,” kata Beni dengan sombong.
“Kita dihentikan sombong Beni, yang terpenting kita harus selalu bersama dan dihentikan terpisah,” kata Dayu.
Tiba-tiba Lani berkata, ”Lihat... ada persimpangan di depan. Kita harus menentukan jalan yang mana ya?”
“Sepertinya ada sandi yang harus kita pecahkan, untuk sanggup tahu jalan mana yang harus kita pilih,” kata Siti.
“Biar saya saja yang mengerjakan sandi itu, kalian tunggu di sini saja,” kata Beni.
“Kita kerjakan tolong-menolong saja, kan kita satu kelompok,” kata Dayu.
“Nanti malah kelamaan. Sudah, biar saya saja yang mengerjakan. Kalau cuma sandi begituan, sih, gampang. Kalian nurut saja, biar kelompok kita hingga paling cepat dan sanggup juara,” kata Beni.
“Tidak sanggup begitu.. kita kerjakan bersama saja,” kata Udin.
Kemudian, mereka berdiskusi memecahkan sandi untuk menentukan arah yang harus mereka pilih. Diskusi berjalan alot alasannya ada perbedaan antara Beni dan teman-temannya.
“Menurutku, sandi itu menyampaikan bahwa kita harus mengambil jalan ke kanan. Tapi, biar kita hingga di pos paling cepat, kita cari jalan pintas saja. Kita berjalan ke kiri memotong arah. Aku tahu hutan ini, alasannya saya pernah ke sini berkali-kali,” ujar Beni mantap.
“ Tidak, kita harus berjalan sesuai petunjuk arah,” kata Udin.
“Sekarang saya tanya, di sini yang paling arif siapa? saya kan! Aku juara kelas, kalian semua mempunyai peringkat di bawahku. Itu berarti kalian harus menuruti kata-kataku. Aku yakin keputusanku yang paling benar,” kata Beni dengan sombong.
Mereka terus berdebat. Dayu, Lani, Udin dan Siti sependapat, sedangkan Beni tidak sependapat sendiri.
“Sudah..., kini kita ikut bunyi terbanyak saja. Aku, Lani, dan Siti oke dengan pendapat Udin. Berarti kita jalan ke kanan,” kata Dayu.
“Tidak. Silakan saja kalian berjalan sendiri, niscaya nanti kalian yang akan tersesat alasannya jalannya memutar kalau menuju pos. Biar saya sendiri berjalan ke kiri,” kata Beni.
“Jangan Beni. Kita kan harus selalu bersama. Jangan pergi sendiri, nanti kalau kau yang tersesat bagaimana? Pokoknya, kita harus tetap bersatu,” ujar Lani.
“Kalau begitu, kalian harus menuruti kata-kataku. Kita berjalan ke kiri,” kata Beni.
“Tapi kompasnya membidik 60 derajat ke arah utara, sesuai kata-kata pada sandi itu. Berarti, kita harus mengambil arah kanan,” kata Siti sambil membidik kompas di tangannya.
“Apa pun alasannya, saya akan berjalan ke kiri. Itu keputusanku, alasannya saya lebih tahu tempat ini. Kalau kalian tidak mau ikut denganku, ya sudah. Selamat jalan, saya pergi sendiri. Biar nanti saya hingga lebih dulu di tempat tujuan,” kata Beni sambil berlalu meninggalkan kelompoknya.
Siti, Lani, Udin, dan Dayu tercengang dengan sikap Beni. Mereka berusaha mencegah Beni. Namun terlambat, Beni sudah berlari dengan cepat.
Dengan sangat terpaksa, mereka melanjutkan perjalanan tanpa Beni. Sesampainya di pos, ternyata kelompok mereka nomor dua. Ada satu kelompok yang telah hingga lebih dulu di pos itu. Mereka kemudian teringat dengan Beni, Beni tidak ada di sana. Hingga semua kelompok berkumpul di pos tersebut, Beni tidak juga muncul.
Mereka kemudian merasa ketakutan, khawatir jikalau Beni tersesat di dalam hutan. Dayu melapor pada Pak Guru. Tak usang kemudian, Pak Guru meminta Lani, Siti, Udin, dan Dayu untuk ikut bersama tim mencari keberadaan Beni.
Sementara di tengah hutan, Beni bingung. Ia tiba-tiba lupa dengan jalan yang harus ia tempuh.
“Kenapa tampaknya saya hanya berputar-putar saja? Dari tadi tampaknya jalan yang saya lewati sama. Aku tersesat.... Coba tadi saya nurut sama mereka. Tapi kan gengsi, masak saya paling arif harus nurut sama mereka yang kepintarannya di bawahku?” kata Beni.
Beni menyesal. Ternyata ia telah bersikap sombong. Kesombongan yang hasilnya justru mencelakakan dirinya sendiri.
Setelah beberapa lama, hasilnya Beni sanggup ditemukan. Hari sudah petang. Mereka kemudian tolong-menolong menuju pos.
“Teman-teman, saya minta maaf ya…. Karena kesombonganku, kalian jadi repot harus mencariku,” kata Beni kepada teman-temannya dengan menyesal.
“Tidak apa-apa. Lain kali, kita harus kompak dan bersatu. Kamu memang pintar, Beni, tapi kesombonganmu harus dihilangkan,” kata Udin.
Sekolah sedang mengadakan acara jelajah alam yang diikuti oleh penerima didik kelas 5 dan 6. Mereka terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam acara jelajah alam tersebut, tim yang paling ulet dan sanggup menuntaskan kiprah dengan baik, akan mendapat penghargaan.
Siti, Leni, Udin, Beni, dan Dayu berada pada satu kelompok. Beni yaitu anak yang pintar, namun kurang sanggup bekerja sama dengan temannya. alasannya sikapnya yang sombong. Dayu sebagai pemimpin regu merasa kesulitan mengatur anggota regunya. Acara jelajah alam pun dimulai, mereka segera memasuki hutan untuk mencari jejak.
”Kalau cuma begini sih kecil, saya tahu betul kondisi hutan ini. Pasti kelompok kita yang menang nantinya,” kata Beni dengan sombong.
“Kita dihentikan sombong Beni, yang terpenting kita harus selalu bersama dan dihentikan terpisah,” kata Dayu.
Tiba-tiba Lani berkata, ”Lihat... ada persimpangan di depan. Kita harus menentukan jalan yang mana ya?”
“Sepertinya ada sandi yang harus kita pecahkan, untuk sanggup tahu jalan mana yang harus kita pilih,” kata Siti.
“Biar saya saja yang mengerjakan sandi itu, kalian tunggu di sini saja,” kata Beni.
“Kita kerjakan tolong-menolong saja, kan kita satu kelompok,” kata Dayu.
“Nanti malah kelamaan. Sudah, biar saya saja yang mengerjakan. Kalau cuma sandi begituan, sih, gampang. Kalian nurut saja, biar kelompok kita hingga paling cepat dan sanggup juara,” kata Beni.
“Tidak sanggup begitu.. kita kerjakan bersama saja,” kata Udin.
Kemudian, mereka berdiskusi memecahkan sandi untuk menentukan arah yang harus mereka pilih. Diskusi berjalan alot alasannya ada perbedaan antara Beni dan teman-temannya.
“Menurutku, sandi itu menyampaikan bahwa kita harus mengambil jalan ke kanan. Tapi, biar kita hingga di pos paling cepat, kita cari jalan pintas saja. Kita berjalan ke kiri memotong arah. Aku tahu hutan ini, alasannya saya pernah ke sini berkali-kali,” ujar Beni mantap.
“ Tidak, kita harus berjalan sesuai petunjuk arah,” kata Udin.
“Sekarang saya tanya, di sini yang paling arif siapa? saya kan! Aku juara kelas, kalian semua mempunyai peringkat di bawahku. Itu berarti kalian harus menuruti kata-kataku. Aku yakin keputusanku yang paling benar,” kata Beni dengan sombong.
Mereka terus berdebat. Dayu, Lani, Udin dan Siti sependapat, sedangkan Beni tidak sependapat sendiri.
“Sudah..., kini kita ikut bunyi terbanyak saja. Aku, Lani, dan Siti oke dengan pendapat Udin. Berarti kita jalan ke kanan,” kata Dayu.
“Tidak. Silakan saja kalian berjalan sendiri, niscaya nanti kalian yang akan tersesat alasannya jalannya memutar kalau menuju pos. Biar saya sendiri berjalan ke kiri,” kata Beni.
“Jangan Beni. Kita kan harus selalu bersama. Jangan pergi sendiri, nanti kalau kau yang tersesat bagaimana? Pokoknya, kita harus tetap bersatu,” ujar Lani.
“Kalau begitu, kalian harus menuruti kata-kataku. Kita berjalan ke kiri,” kata Beni.
“Tapi kompasnya membidik 60 derajat ke arah utara, sesuai kata-kata pada sandi itu. Berarti, kita harus mengambil arah kanan,” kata Siti sambil membidik kompas di tangannya.
“Apa pun alasannya, saya akan berjalan ke kiri. Itu keputusanku, alasannya saya lebih tahu tempat ini. Kalau kalian tidak mau ikut denganku, ya sudah. Selamat jalan, saya pergi sendiri. Biar nanti saya hingga lebih dulu di tempat tujuan,” kata Beni sambil berlalu meninggalkan kelompoknya.
Siti, Lani, Udin, dan Dayu tercengang dengan sikap Beni. Mereka berusaha mencegah Beni. Namun terlambat, Beni sudah berlari dengan cepat.
Dengan sangat terpaksa, mereka melanjutkan perjalanan tanpa Beni. Sesampainya di pos, ternyata kelompok mereka nomor dua. Ada satu kelompok yang telah hingga lebih dulu di pos itu. Mereka kemudian teringat dengan Beni, Beni tidak ada di sana. Hingga semua kelompok berkumpul di pos tersebut, Beni tidak juga muncul.
Mereka kemudian merasa ketakutan, khawatir jikalau Beni tersesat di dalam hutan. Dayu melapor pada Pak Guru. Tak usang kemudian, Pak Guru meminta Lani, Siti, Udin, dan Dayu untuk ikut bersama tim mencari keberadaan Beni.
Sementara di tengah hutan, Beni bingung. Ia tiba-tiba lupa dengan jalan yang harus ia tempuh.
“Kenapa tampaknya saya hanya berputar-putar saja? Dari tadi tampaknya jalan yang saya lewati sama. Aku tersesat.... Coba tadi saya nurut sama mereka. Tapi kan gengsi, masak saya paling arif harus nurut sama mereka yang kepintarannya di bawahku?” kata Beni.
Beni menyesal. Ternyata ia telah bersikap sombong. Kesombongan yang hasilnya justru mencelakakan dirinya sendiri.
Setelah beberapa lama, hasilnya Beni sanggup ditemukan. Hari sudah petang. Mereka kemudian tolong-menolong menuju pos.
“Teman-teman, saya minta maaf ya…. Karena kesombonganku, kalian jadi repot harus mencariku,” kata Beni kepada teman-temannya dengan menyesal.
“Tidak apa-apa. Lain kali, kita harus kompak dan bersatu. Kamu memang pintar, Beni, tapi kesombonganmu harus dihilangkan,” kata Udin.
Ayo Berlatih
Setelah kalian membaca dongeng “Kesombongan Membawa Bencana”, sikap menyerupai Beni sudah selayaknya tidak kita tiru. Sikap sombong menyerupai yang dilakukan oleh Beni sanggup menjadi penyebab pecahnya persatuan dan kesatuan. Para pemimpin bangsa kita terdahulu pun sangat menjaga agarrasa persatuan dan kesatuan tidak terpecah.
Sekarang, coba kalian sebutkan usaha-usaha yang dilakukan pemimpin bangsa dalam membina persatuan dan kesatuan sehingga tercipta kerukunan hidup bermasyarakat dan berbangsa.
Persatuan dan Kesatuan Bangsa harus tetap dijaga dmi kelangsungan Bangsa Indonesia. Tidak hanya warga negara saja, namun para pmimpin banga pun ikut bertanggung jawab. Usaha-usaha yang dilakukan pemimpin bangsa dalam membina kerukunan hidup bermasyarakat dan berbangsa antara lain:
- Mengadakan ekspo budaya. Jika kita mempelajari, mengetahui, menghormati, melindungi budaya orang lain maka prsatuan semakin kokoh.
- Mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di setiap program resmi dimanapun berada. Bahasa indonesia brmanfaat sbagai persatuan bangsa alasannya bahasa indonesia sanggup dimengerti oleh semua masyarakat di tempat mnapun di indonesia, maka dari itu bahasa indonesia sanggup dibilang alat pemersatu bangsa.
- Menjalankan pemerintahan secara adil dan terbuka.
- Mengadakan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Menciptakan kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah sesuai agamanya masing-masing.
- Membina sikap saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama.
- Mengadakan peringatan hari-hari besar nasional dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
No comments:
Post a Comment