Berikut disajikan beberapa teladan watak istiadat yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di beberapa kawasan di Indonesia.
- Suku Toraja. Tana Toraja mempunyai kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“ untuk beberapa waktu. Jangka waktu peletakan ini sanggup lebih dari 10 tahun hingga keluarganya mempunyai cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas bagi si mayat. Setelah upacara, mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir di dalam Goa atau dinding gunung.
- Pembakaran Jenazah di Bali. Ngaben ialah upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu. Agama Hindu merupakan agama dominan di Pulau Bali. Di dalam “Panca Yadnya”, upacara ini termasuk dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.
- Sejak kala ke 17, Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan badan melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang sanggup menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum perempuan Dayak memakai anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping/daun telinga,
- Kampung Adat Naga. Masyarakat Kampung Naga mewujudkan nilai budaya melalui banyak sekali aspek kehidupan mirip dalam sistem religi, sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem kemasyarakatan yang semuanya terangkum ke dalam sistem budaya masyarakat Kampung Naga.
- Suku Bugis. Suku Bugis atau to Ugi ialah salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi potongan selatan. Namun dalam perkembangannya, ketika ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh Nusantara. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang– orang Bugis umumnya ialah nelayan dan pedagang.
No | Aspek Informasi | Uraian |
---|---|---|
1. | Cara berbicara |
|
2. | Cara bertamu |
|
3. | Cara makan |
|
4. | Cara beribadah |
|
5. | Upacara adat |
|
Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
No | Aspek Informasi | Uraian |
---|---|---|
1. | Tata Cara Membagi Waris | Kebiasaan pembagian harta warisan ini tergantung pada keadaan orang Jawa itu sendiri.. Berdasarkan aturan watak Jawa dikenal istilah sapikul sagèndhongan berarti satu pikul satu gendongan. Laki-laki menerima potongan warisan dua (sapikul) berbanding satu (sagèndhongan) dengan perempuan. Seperti halnya pria yang memikul, ia membawa dua keranjang dalam pikulannya, yakni satu keranjang di depan dan satu keranjang lagi di belakang. Sementara perempuan hanya membawa satu keranjang yang ia letakkan di punggungnya, atau yang biasa disebut digendong. |
2. | Hukum Keluarga | Menurut aturan watak di Jawa yang bersifat parental, kewajiban untuk membiayai penghidupan dan pendidikan seorang anak yang belum dewasa, tidak semata-mata dibebankan kepada ayah anak tersebut, tetapi kewajiban itu juga ditugaskan kepada ibunya. Apabila salah seorang dari orang tuanya tidak menepati kewajibannya, hal itu sanggup dituntut mengenai biaya selama anak tersebut masih belum dewasa. |
3. | Upacara Perkawinan | Dalam ijab kabul watak Jawa dikenal juga sebuah upacara perkawinan yang sangat unik dan sakral. Banyak tahapan yang harus dilalui dalam upacara watak Jawa yang satu ini, mulai dari siraman, siraman, upacara ngerik, midodareni, srah-srahan atau peningsetan, nyantri, upacara panggih atau temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar kucur atau tampa kaya, ritual dhahar klimah atau dhahar kembul, upacara sungkeman dan lain sebagainya. |
4. | Upacara Kelahiran | Upacara Tingkepan Upacara tingkepan (mitoni) ialah upacara watak Jawa yang dilakukan ketika seorang perempuan tengah hamil 7 bulan. Pada upacara ini, perempuan tersebut akan dimandikan air kembang setaman diiringi panjatan doa dari sesepuh, biar kehamilannya selamat hingga proses persalinannya nanti. Upacara tedak siten merupakan upacara watak Jawa yang digelar bagi bayi usia 8 bulan ketika mereka mulai mencar ilmu berjalan. Upacara ini dibeberapa wilayah lain juga dikenal dengan sebutan upacara turun tanah. Tujuan dari diselenggarakannya upacara ini tak lain ialah sebagai ungkapan rasa syukur orang tuanya atas kesehatan anaknya yang sudah mulai sanggup menapaki alam sekitarnya. |
5. | Upacara adat | Upacara kenduren atau slametan dilakukan secara turun temurun sebagai peringatan doa bersama yang dipimpin tetua watak atau tokoh agama. Adanya akulturasi budaya Islam dan Jawa di kala ke 16 Masehi membuat upacara ini mengalami perubahan besar, selain doa hindu/budha yang awalnya digunakan diganti ke dalam doa Islam, sesaji dan persembahan juga menjadi tidak lagi dipergunakan dalam upacara ini. Upacara ruwatan ialah upacara watak Jawa yang dilakukan dengan tujuan untuk meruwat atau menyucikan seseorang dari segala kesialan, nasib buruk, dan menunjukkan keselamatan dalam menjalani hidup. Contoh upacara ruwatan contohnya yang dilakukan di dataran Tinggi Dieng. Anak-anak berambut gimbal yang dianggap sebagai keturunan buto atau raksasa harus sanggup segera diruwat biar terbebas dari segala marabahaya. |
No comments:
Post a Comment