Sunday, September 23, 2018

Makna Dan Arti Kebangkitan Nasional 1908 Dalam Usaha Kemerdekaan Republik Indonsia

Tahukah kau Nama sangga Pramuka Penegak?  Nama Sangga yang digunakan Pramuka Penegak yaitu Perintis, Pencoba, Pendobrak, Penegas, dan Pelaksana. Penamaan tersebut tidak asal tetapi mempunyai keterkaitan dengan perkembangan nasionalisme di Indonesia. Dalam perkembangannya ada 5 tahapan nasionalisme di Indonesia yakni masa perintis (sebelum tahun 1908); masa penegas (tahun 1928); masa pencoba (1938); masa pencoba (1945) dan masa pelaksana (1945 hingga dengan sekarang).

a. Masa perintis
Masa perintis yaitu masa mulai dirintis semangat kebangsaan melalui pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Hari kelahiran Budi Utomo kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

b. Masa penegas
Masa penegas merupakan masa ditegaskannya semangat kebangsaan Indonesia yang ditandai dengan adanya tragedi Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Peristiwa ini menegaskan perlu satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu Indonesia.

c. Masa percobaan
Melalui organisasi pergerakan, bangsa Indonesia mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan Indonesia Berparlemen. Tetapi, usaha menuntut Indonesia merdeka tersebut belum berhasil.

d. Masa pendobrak
Semangat dan gerakan nasionalisme Indonesia pada masa ini telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak ketika itu, bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.

e. Masa Pelaksana
Setelah bangsa Indonesia bisa merebut kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 kiprah selanjutnya yaitu mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam masa ini bangsa Indonesia pun berjuang membebaskan diri dari banyak sekali bentuk keterbelakangan dan ketertinggalan dalam banyak sekali bidang.


A. Sejarah Kelahiran Budi Utomo
Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr. Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia.

Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya yaitu kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan tubuh wakaf yang mengumpulkan santunan untuk kepentingan belanja belum dewasa bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi impian kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo dengan alasan yang hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristikrat mengkhawatirkan eksistensinya lantaran jikalau gerakan tersebut mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang sanggup menjamin kepentingan mereka. Di kalangan priyayi elite/ gedhe yang mempunyai status mapan kurang bahagia keberadaan Budi Utomo sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun 1908 di Semarang untuk mencegah impian Budi Utomo yang dianggap menganggu stabilitas mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif menyerupai Tirtokusumo (Karanganyar) sangat mendukung Budi Utomo. Resistensi dikalangan golongan elite priyayi karena terhadap Budi Utomo sebagai hal yang masuk akal gerakan kaum terpelajar tersebut akan membawa perubahan struktur sosial sehingga kaum intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi namun Budi Utomo sanggup membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif terkait problem status sosialnya.

Keunggulan dari dibentuknya Budi Utomo bagi bangsa Indonesia yaitu meningkatnya kualitas penduduk di Indonesia. Karena organisasi ini melaksanakan pembelajaran bahasa Belanda. Namun pada awal pembentukan Budi Utomo, organisasi ini mempunyai banyak sekali kendala, yaitu :
a. Pembatasan anggota Budi Utomo hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura;
b. Tidak mencampuri urusan politik.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
a. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
b. Tidak melibatkan diri dalam politik.
c. Bidang kegiatan yaitu bidang pendidikan dan budaya.
d. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
e. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa.

Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan semoga lebih menunjukkan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan bupati memberi efek positif dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapat tubuh aturan dari pemerintah Belanda. Hal ini terlaksana pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo disahkan. Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut:
a. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
b. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.
Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menimbulkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor yang menimbulkan semakin lambannya Budi Utomo.
a. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada penduduk umumnya.
b. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat Indonesia.
c. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menimbulkan kaum terpelajar tersisih.

Setelah Dr. Cipto Mangunkusumo meninggalkan Budi Utomo, tidak ada kontroversi dalam organisasi itu namun Budi Utomo kehilangan kekuatan yang progresif sehingga perkembangan selanjutnya didominasi golongan ningrat atau aristokrat. Dengan demikian, Budi Utomo tumbuh menjadi organisasi yang moderat, kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda dan evolusioner.

Selanjutnya,  Budi Utomo mengalami stagnasi dan aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah Goeroe Desa dan beberapa petisi yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kelambanan acara Budi Utomo disebabkan para pengurus atau pemimpin mereka berstatus sebagai pegawai atau bekas pegawai pemerintah. Status tersebut menjadikan mereka takut bertindak dan lemah dalam gerakan kebangsaan. Disamping itu, Budi Utomo mengalami kemandegan semenjak awal permulaannya lantaran kekurangan dana dan kurangnya pemimpin yang dinamis. Pada akhirnya Budi Utomo diangap sebagai organisasi yang lemah dan juga terlalu sempit lantaran keanggotannya terbatas pada tempat yang berbudayaan Jawa sehingga ditinggal masyarakat.

Sejak meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik. Hal ini sanggup dibuktikan dengan tragedi sebagai berikut :
1)    Dalam rapat umum Budi Utomo di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915 tetapkan mosi, semoga dibuat milisi bagi bangsa Indonesia namun melalui persetujuan parlemen. Pembentukan milisi berafiliasi dengan meletusnya Perang Dunia I tahun 1914. Meskipun Belanda dan Hindia Belanda tidak terlibat dalam Perang Dunia I, ancaman peperangan kuat terhadap penduduk Belanda di Hindia Belanda. Kekhawatiran bukan berasal dari tentara Jerman namun intervensi pasukan Jepang.
2)   Budi Utomo menjadi kepingan dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu misi ke Negeri Belanda dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Djidjosewoyo sebagai wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan-pendekatan dengan pejabat Belanda. Meski Undang-undang wajib militer atau pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi pemerintah Belanda, ternyata tubuh legislatif Belanda menyetujui pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagai Hindia Belanda. Budi Utomo segera membentuk sebuah Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota Volksraad meskipun demikian Komite Nasional ini tidak sanggup berjalan sesuai harapan.

Berikut ini beberapa bentuk kiprah politik Budi Utomo.
a. Melancarkan berita pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
b. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
c. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
d. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
e. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.

Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo menuntut semoga keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.

Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang radikal menuntut  perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia Belanda. Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan semenjak krisis November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam acara tersebut. Namun Gubernur Jenderal yang gres yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi tragedi di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah. Sebagai akhirnya terjadi perpecahan antara golongan radikal dan golongan moderat di Budi Utomo.

Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo menuntut semoga keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.

Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang radikal menuntut  perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia Belanda.Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan semenjak krisis November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam acara tersebut. Namun Gubernur Jenderal yang gres yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi tragedi di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah. Sebagai akhirnya terjadi perpecahan antara golongan radikal dan golongan moderat di Budi Utomo.

Pada konggres Budi Utomo tahun 1923 diusulkan adanya asas non kooperatif sebagai asas usaha namun ditolak oleh sebagaian akseptor konggres. Penolakan ini disebabkan para anggota dan pengurus Budi Utomo secara umum dikuasai pegawai-pegawai pemerintah sehingga akan menyulitkan posisi mereka. Dr. Sutomo yang tidak puas dengan Budi Utomo pada tahun 1924 mendirikan Indonesische Studieclub di Surabaya. Penyebabnya yaitu asas “Kebangsaan Jawa” dari Budi Utomo sudah tidak relevan dengan perkembangan rasa kebangsaan yang menuju pada sifat nasional. Indonesische Studieclub ini pada perkembangannya menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.

Pada tahun 1927 Budi Utomo masuk dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia yang dipelopori Ir. Sukarno. Meskipun demikian, Budi Utomo tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928 Budi Utomo menambah asas perjuangannya yaitu: medewerking tot de verwezenlijking van de Indonesische eenheidsgedachte ( ikut berusaha untuk melaksanakan impian persatuan Indonesia). Hal ini sebagai kode bahwa Budi Utomo menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa dan Madura namun mencakup seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi ini terjadi pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya), sehingga berakhirlah riwayat Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan pertama di Indonesia.


B. Arti Penting Budi Utomo dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia

Kegagalan usaha putra-putri tempat tersebut telah mengilhami adanya pemikiran gres dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur nonfisik yang dipelopori oleh Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Ide dasar Budi Utomo yaitu memajukan bangsa dan menumbuhkan semangat nasionalisme melalui jalur pendidikan sehingga bangsa Indonesia bisa mengurus negara yang merdeka dengan kekuatan sendiri. Gagasan Budi Utomo selanjutnya menggugah dan mendorong lahirnya banyak sekali organisasi politik menyerupai Sarikat Islam, NU, Muhammadiyah, PNI, Parkindo dan sebagainya. Perjuangan baru/nonfisik yang dirintis Budi Utomo tersebut selanjutnya dikenang dan diabadikan sebagai Angkatan 08 atau Angkatan Perintis, yang setiap tahun diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Budi Utomo merupakan organisasi sosial kebangsaan yang pertama berdiri di Indonesia. Budi Utomo merupakan aktivis organisasi modern. Organisasi ini menjadi model bagi gerakan berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi Utomo terbatas pada golongan terpelajar dan daerahnya mencakup Jawa, Madura dan Bali, akan tetapi Budi Utomo menjadi tonggak awal kebangkitan nasional. Oleh lantaran itu tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Semangat kebangsaan ini dibangun dan digelorakan oleh para putraputri bangsa Indonesia, khususnya di kalangan terpelajar. Kalangan ini mulai menyadari bangsa mereka yaitu bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jikalau ingin menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari banyak sekali tempat dan suku bangsa yang merasa satu nasib dan penderitaan sehingga mau bersatu menggalang kekuatan bersama.


C. Tokoh Kebangkitan Nasional dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo yaitu seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo 1908. Beliau lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan wafat pada tanggal 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Semasa hidupnya, tahun 1895 bersama rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar dua bahasa (Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada tahun 1906 hingga sdengna 1907 ulet melaksanakan perjalanan mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi penduduk pribumi. Setelah bertemu dengan Sutomo berpadulah gagasan mereka yang teraktualisasi dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional sehingga setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional hingga sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang perempuan Betawi yang berjulukan Anna. Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya berjulukan Abdullah Subroto yang kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki Abdullah (keduanya pelukis).

Sebagai akhir politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran maka pada dekade pertama era XX bagi belum dewasa Indonesia masih mengalami hambatan kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian mengakibatkan keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk sanggup menghimpun dana itu maka pada tahun 1906-1907 melaksanakan propraganda keliling Jawa. Perjalanan keliling Jawa ini dilakukan dalam rangka menganjurkan perlunya ekspansi pengajaran sebagai salah satu langkah untuk memajukan kehidupan rakyat. Anjurannya itu sanggup terlaksana tidak hanya bergantung kepada pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga sanggup terealisasinjika bangsa Indonesia juga mau berusaha sendiri dengan cara membentuk studiefonds atau dana pelajar yang hasilnya akan digunakan untuk membantu para pelajar yang pintar tetapi kurang bisa untuk dalam hal biaya. Dalam tperjalanan kelilingnya itu akhirnya pada tahun 1907 hingga di Jakarta dan bertemu dengan para pelajar Stovia (Sekolah Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu dengan cowok Sutomo dan berbincang-bincang perihal nasib rakyat yang masih kurang mendapat perhatian di bidang pendidikan. Sejak itu rupanya tumbuh pemikiran dalam diri Sutomo untuk melanjutkan impian Wahidin Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan untuk mendirikan suatu organisasi.

Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu aktivis pergerakan nasional, pendiri organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap usaha kemerdekaan Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai usaha pergerakan nasional yaitu memprakarsai organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa. Diantara itu, dia juga mengemukakan gagasan perihal taktik usaha kemerdekaan yaitu dengan mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui pendidikan, mengabdikan pengetahuannya sebagai dokter yang menunjukkan layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat dan memperluas pendidikan dan pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.


2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula berjulukan Subroto kemudian berganti nama menjadi Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu mencar ilmu di Stovia (Sekolah Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar laintentang penderitaan rakyat akhir penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr. Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa  dari penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo, organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat menjadi ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.

Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang, setelah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda tempat Magetan. Sering berpindah tempat itu ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara pribadi sanggup membantu mereka. Sebagai dokter, Sutomo tidak tetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.

Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo pada tahun 1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya semoga Budi Utomo bergerak dibidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.

Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinan Sutomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari pemerintah Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Karena itu, pada bulan Desember 1935 Budi Utomo dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra). Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.

Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo ulet pula di bidang kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.


3. Dr. Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia yaitu putera tertua dan Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa yang bekerja sebagai guru. Meskipun demikian, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een begaald leerling” atau murid yang berbakat. Cipto juga dengan tegas menunjukkan sikapnya. Ia menciptakan tulisan-tulisan pedas mengkritik Belanda di harian De locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad semenjak tahun 1907. Setelah lulus dari STOVIA, dia bekerja sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda yang ditugaskan di Demak. Sikapnya yang tetap kritis melalui banyak sekali goresan pena membuatnya kehilangan pekerjaan.

Cipto Mangunkusumo menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk kesadaran pribumi akan dirinya. Ia menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini mengakibatkan perbedaan antara dirinya dan pengurus Budi Utomo lainnya. Cipto Mangunkusumo kemudian mengundurkan diri dan membuka praktek dokter di Solo, ia pun mendirikan R.A. Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat.

Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung dan aktif menulis di harian De Express. Menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan Perancis, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi mendirikan Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana Belanda merayakannya di Indonesia.

Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik Nederlands Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel yang mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di De Express yang menyatakan bahwa keduanya yaitu pahlawan. Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda.

Selama di Belanda, kehadiran mereka membawa perubahan besar terhadap Indische Vereeniging, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang semula bersifat social menjadi lebih politis. Konsep Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh Indische Vereeniging. Oleh lantaran alasan kesehatan, pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan semenjak ketika itu dia bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).

Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat). Cipto Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh gubernur jenderal Hindia Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, perilaku  Cipto Mangunkusumo tidak berubah. Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1920 mengusir Cipto Mangunkusumo ke luar Jawa. Cipto kemudian dibuang lagi ke Bandung dan dikenakan tahanan kota. Selama tinggal di Bandung, Cipto Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter dengan bersepeda ke kampung-kampung. Di Bandung pula Cipto Mangunkusumo bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, menyerupai Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda, termasuk oleh Sukarno.


Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam upaya sabotase sehingga membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Ketika Cipto Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia sanggup pulang ke Jawa untuk berobat dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas menyampaikan bahwa lebih baik mati di Banda. Cipto kemudian dipindahkan ke Makasar, kemudian ke Sukabumi pada tahun 1940. Udara Sukabumi yang hambar Ternyata tidak baik bagi kesehatan dia sehingga dipindahkan lagi ke Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret 1943.



= Baca Juga =



No comments:

Post a Comment